Mengandalkan Tuhan dan hidup berbahagia adalah perbuatan yang mencerminkan diri sebagai orang percaya. Dalam bahasa aslinya (Ibrani), frase “mengandalkan Tuhan” dan “menaruh harapan” akar katanya sama yaitu percaya. Dengan kata lain yang diberkati itu adalah orang yang percaya kepada Tuhan dan yang kepercayaannya adalah Tuhan. Atau orang yang percaya kepada Tuhan dan yang selalu mempercayakan diri kepada Tuhan. Dengan bahasa yang berbeda, Tuhan Yesus menyebut orang yang berbahagia adalah “kamu yang miskin, kamu yang lapar, kamu yang sekarang menangis, kamu yang dibenci karena Anak Manusia”. Kepada mereka inilah Tuhan Yesus menyebut sebagai orang yang berbahagia. Lalu apa arti berbahagia di sini?
Bahasa Yunani dari kata berbahagia adalah adalah Makarios. Makarios memiliki makna yang lebih dalam daripada sekedar happy. Kata makarios juga mengandung makna: kaya, mampu, beruntung, terberkati. Bayangkan Tuhan Yesus mengucapkan kata kata bahagia itu ditujukan kepada mereka yang benar-benar miskin, lapar, berduka dan dibenci. Kepada mereka yang tertindas karena ketidak-adilan, Tuhan Yesus juga menyampaikan ucapan bahagia itu. Derita dan aniaya itu mungkin saja akan mereka tanggung. Bisa saja mereka akan kehilangan nyawa. Tapi mereka disebut berbahagia, oleh karena komitmen kesetiaan mereka dalam mengikut Tuhan Yesus akan berbuah manis. Dengan komitmen kesetiaan kepada Tuhan Yesus itu, mereka akan hidup terusdalam persekutuan dengan Kristus.
Jika kita perhatikan, orang yang miskin, lapar, yang menangis dan dibenci adalah gambaran orang yang mengalami kelemahan dan kerapuhan. Apakah mungkin mereka yang mengalami kelemahan dan kerapuhan, justru merasa bahagia? Sangat mungkin sebab ketika kita menyadari bahwa kelemahan dan kerapuhan kita adalah ruang di mana kita sungguh-sunguh mengandalkan Allah, di situ kita berbahagia. Di situ kita justru akan merasakan kasih dan kuasa Allah yang bekerja dalam diri dan hidup kita. Sebaliknya, Tuhan Yesus menyebut celaka bagi orang yang kaya, kenyang, tertawa dan menerima pujian. Kalau begitu. apakah kita tidak boleh kaya, tidak boleh kenyang, tidak boleh tertawa dan tidak boleh menerima pujian? Tentu saja boleh. Hanya saja kita harus berhati-hati. Ketika kita merasa berpuas diri, dengan memusatkan hidup pada materi, lalu dengan itu kita merasa tidak butuh Tuhan, dan hidup dengan tidak mengandalkan Tuhan lagi, di
situ kita disebut celaka.
Mari menyadari bahwa kita adalah manusia yang terbatas. Namun saat kita mengalami kelemahan dan kerapuhan, jangan berkecil hati, jadikan ketidaksempurnaan, kelemahan dan kerapuhan justru sebagai tempat atau ruang bagi kita untuk mengandalkan Tuhan. Ketika kita mengandalkan Tuhan, maka kita akan berserah pada tuntunan-Nya, taat pada kehendak-Nya, dan terus setia menjadi pengikut Kristus. Di situlah maka kasih dan kuasa Allah bekerja nyata dalam hidup kita, dan akan merasakan bahagia, sukacita dan diberkati Tuhan. Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan.
Pertanyaan Refleksi:
1. Apa yang dapat kita lakukan untuk dapat hidup mengandalkan Tuhan?
2. Didalam kehidupan berkeluarga bagaimana cara kita mengajarkan kepada anak-anak atau anggogta keluarga lain untuk tetap bersyukur dan mengandalkan Tuhan dalam menghadapi kesulitan?
3. Dalam ayat 20-23, Tuhan Yesus menyebut orang miskin, lapar, berdukacita, dan dibenci sebagai orang yang berbahagia. Menurut Anda, bagaimana kita memahami dan memaknainya?
Share :